Juni 4, 2023
Spread the love

Seperti biasa, hari lahir Pancasila kembali diperingati pada 1 Juni 2022. Dari sekian banyak tema terkait, siapa sangka lahirnya ideologi ini termasuk pohon roti? Filosofi negara yang kemudian dikenal dengan Pancasila.

Di pulau terpencil Indy, Flores dan Nusa Tengasa Timur (NTT), Sukarno duduk di bawah pohon roti di depan rumahnya. Dia menghabiskan berjam-jam berbicara tentang ilham yang diberikan Tuhan kepadanya tentang fondasi bangsa yang tepat untuk Indonesia yang merdeka. slot88

Baca juga

Mengutip laman Facebook Universitas Bung Karno pada Sabtu, 1 Januari 2022, Sukarno mengatakan, “Saya menemukan lima mutiara di kota ini, dan saya juga memikirkan nilai luhur Pancasila di bawah pohon roti ini.”

Sidang BPUPKI dilanjutkan kembali pada pukul 09.00 pada tanggal 1 Juni 1945. Soekarno naik ke platform marmer yang lebih tinggi. Tanpa sepatah kata pun, Sukarno menegaskan apa yang disebutnya Lima Mutiara Berharga: kebangsaan, universalitas atau kemanusiaan, demokrasi, keadilan sosial, dan kepercayaan pada Tuhan Yang Maha Esa.

Sukarno, mengutip berita Liputan6.com, mengatakan di akhir pidatonya: “Mari kita menyelenggarakan Indonesia yang merdeka dalam ketaqwaan Tuhan Yang Maha Esa, tetapi biarlah seluruh rakyat Indonesia beriman kepada Tuhannya.”

Sukarno menyebut lima mutiara berharga Pancasila. Lima prinsip yang membentuk fondasi suatu bangsa: lima rukun Islam, lima jari satu tangan, dan lima pahlawan Mahabharata.

Pohon roti asli yang diimpikan Sukarno tumbang. Kemudian pada tanggal 17 Agustus 1981 pukul 09.00 WITA dilakukan penanaman kembali pohon baru.

”Pohon roti yang tumbuh saat ini bukanlah pohon roti asli karena pohon roti yang asli mati. Untuk mengenang sejarah perjuangan Bungkarno di Ende, pohon roti baru ditanam atas prakarsa pemerintah daerah TK II Ende.”, mengutip website Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Pada bulan Mei 1954, Bong Karno berbicara kepada orang-orang India di ladang Pancasila (Alun Alon) saat ini, di sebelah selatan Taman Riongan (Suku).

Taman Meditasi (Sukun) terletak di Desa Rukun Lima, Kecamatan Ende Selatan, Kabupaten Ende. Sesuai usulan, Taman Meditasi Bung Karno memiliki luas 52m x 52m = 2704m2 yang dikelola oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Indi. Sebelah utara Taman Pemuda, berbatasan dengan sebelah selatan Lapangan Indy (Alun Alon), sekarang disebut Lapangan Pancasila. Taman Iman ini memiliki pohon sukun dan taman acara dalam satu ruang.

Pada 1 Juni 2013, ribuan warga Ende di Nusa Tenggara Timur berkumpul di sebuah titik di pantai yang disebut Lapangan Pancasila. Mereka antusias menghadiri perayaan Hari Pancasila yang dihadiri Wakil Presiden Boediono dan Presiden MPR Taufiq Kiemas, dikutip dari Liputan6.com.

Usai mendeklarasikan dan memproklamirkan berdirinya Tugu Peringatan Bungkarno Indy dan Pengasingan Bungkarno, Wakil Presiden Budiono beserta rombongan menuju Taman Lendu yang berjarak sekitar 50 meter dari lokasi.

Di Taman Rendo, Wapres membuka Tugu Bungkarno di bawah pohon roti. Usai peresmian Boncarno Memorial, Wakil Presiden Boediono menuju ke rumah Boncarno yang diasingkan selama berada di Indy, yang telah direnovasi total.

Mengapa monumen didirikan di bawah pohon ek? Sukun bukanlah tanaman biasa. Seperti disebutkan sebelumnya, pohon roti merupakan bukti sejarah negara yang kemudian disebut Indonesia.

Penjajah mengusir Sukarno ke Indy pada tahun 1934-38. Bung Karno sering memikirkan bagaimana menyatukan negara di bawah pohon roti. Batang pohon segi lima menjadi inspirasi Pancasila.

Bagi Sukarno, aturan negara yang tepat untuk Indonesia adalah prinsip-prinsip yang berasal dari tradisi Indonesia, bukan dari Deklarasi Kemerdekaan AS atau Manifesto Komunis. Juga, bukan dari perspektif kehidupan orang lain.

Maka Sukarno pun siap menyampaikan pemikirannya pada sidang BPUPKI keesokan harinya, 1 Juni 1945. Tapi malam itu dia sendirian. Soekarno meninggalkan rumah dan memandang bintang-bintang di langit.

Semua anggota BPUPKI Indonesia memberikan tepuk tangan yang meriah. Mereka bangkit dari tempat duduknya dan memeluk falsafah nasional Pancasila, yang tidak ditentang Sukarno.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *