Juni 4, 2023
Spread the love

Sampah plastik masih menjadi masalah besar di Indonesia. Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), produksi sampah Indonesia pada tahun 2021 adalah 68,5 juta ton. Dari total sampah tersebut, sampah plastik menyumbang sekitar 11,6 juta ton (17%).

Ghaffar, advokat perkotaan untuk Forum Lingkungan Nasional (dan Suci) Indonesia, mengatakan dalam sebuah wawancara bahwa jumlah sampah plastik pada tahun 2021 akan berlipat ganda dibandingkan dengan satu dekade lalu.  bo slot terbaik 2022

Menurut Ghaffar, jutaan sampah plastik yang dihasilkan setiap tahunnya, selain diolah di Tempat Pengolahan Akhir (TPA), tidak berakhir di lautan. Sampah plastik dalam jumlah besar seringkali mencemari sungai dan habitat laut.

Ghaffar mengingatkan kita bahwa pencemaran sampah plastik dapat berdampak tidak langsung terhadap kesehatan manusia.

Misalnya, mikroplastik sering ditemukan dalam darah dan paru-paru manusia. Ikan bisa memakan mikroplastik yang mencemari sungai dan lautan, dan manusia juga akan memakan partikel plastik di tubuh mereka.

“Artinya masalah plastik bukan lagi masalah marginal, tapi mengkhawatirkan. Dulu mayoritas organik dan hampir 60%, tapi sekarang turun sekitar 50%,” katanya, Sabtu, 14/ 5/2022. ).

Masalah timbulan limbah AMDK

Saat data produksi sampah plastik nasional tahun 2021 dirilis, beberapa jenis plastik banyak ditemui, antara lain polipropilen (PP), polietilen tereftalat (PET) dan polikarbonat (PC) yang sebagian besar berasal dari produk air minum dalam kemasan (AMDK). Dengan kata lain, pencemaran sampah plastik kemasan masih menjadi krisis yang belum terselesaikan di Indonesia.

Menurut data pengolahan Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (ASPADIN) dan AC Nielsen Institute, produk air minum dalam kemasan menghasilkan 11,6 juta ton sampah plastik selama tahun 2021 dari 328.117 ton.

Berdasarkan data yang sama, plastik PP (polypropylene) yang biasa terdapat pada air mineral kemasan (gelas), menyumbang produksi 66.170 ton sampah dari total sampah plastik nasional yang dihasilkan. Sebanyak 6.769 ton merupakan limbah dari air minum dalam kemasan merek multinasional ternama.

Mengenai jenis plastik PET dalam air kemasan sekali pakai, laporan tersebut melaporkan bahwa semua merek AMDK menghasilkan 163.114 ton limbah. Sebanyak 51.548 ton, atau sekitar sepertiga dari total produksi, diproduksi oleh merek minuman kemasan multinasional. Sementara itu, total 5.439 ton air limbah botol PET dihasilkan.

Terakhir adalah limbah plastik PC (Polycarbonate) atau polikarbonat AMDK yang menyumbang 99.013 ton produksi plastik limbah AMDK nasional. Produsen galon multinasional yang dapat digunakan kembali menghasilkan hingga 38.530 ton, lebih dari 10% dari total produksi sampah plastik nasional AMDK pada tahun 2021.

Perhatikan bahwa plastik atau polikarbonat tipe PC mengandung BPA (bisphenol A) dan berpotensi berbahaya. Bahkan, pemerintah kini telah menyusun peraturan melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk memberi label air minum dalam kemasan yang mengandung BPA.

Seperti diketahui, banyak penelitian telah menunjukkan efek merugikan dari pergeseran BPA pada kesehatan manusia, termasuk gangguan perkembangan otak, kontribusi terhadap pertumbuhan sel kanker, dan gangguan endokrin dan metabolisme seperti diabetes.

Implementasi LHK Permen 75 Tahun 2019 menghadapi tantangan.

Ghaffar menggarisbawahi pentingnya peran berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat dan dunia usaha, yang sangat urgen dan krusial dalam mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh sampah plastik, termasuk melindungi kesehatan masyarakat Indonesia.

Untuk mengatasi masalah sampah plastik, termasuk air minum dalam kemasan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengeluarkan Kebijakan Peraturan Menteri (Permen) LHK No. 75 dibebaskan.

Peraturan tersebut mewajibkan perusahaan, termasuk produsen air minum dalam kemasan, untuk mengelola kemasan plastik dalam menjalankan usahanya.

Peraturan ini dibuat untuk mencapai tujuan produk mengurangi limbah sebesar 30% pada tahun 2029.

Menurut Ghaffar, aturan rinci Permen umumnya bersifat spesifik. Persoalannya, peraturan tersebut tidak mengatur semua jenis usaha, termasuk produsen plastik itu sendiri, tetapi hanya tiga jenis industri: manufaktur, jasa makanan dan minuman, dan ritel.

“Jadi, saya diminta untuk mengajukan rencana pengerjaan program dari 2019 hingga 2030 ke tiga perusahaan ini. Rencana untuk 10 tahun ke depan, bagaimana dan apa yang harus dilakukan dengan bahan kemasan daur ulang, dll.”

Ghaffar mengatakan tiga jenis perusahaan sudah memainkan peran penting dalam produksi sampah plastik dari waktu ke waktu.

Produsen atau perusahaan yang memproduksi kemasan plastik menjadi subyek utama kampanye dan alias menjadi jalan tengah antara produsen plastik dengan mereka yang mengkonsumsi produk kemasan plastik.

Oleh karena itu, mereka mendorong inisiatif pengurangan sampah yang nyata dan memainkan peran utama dalam mengurangi sampah plastik, terutama pengemasan produk manufaktur.

Sementara itu, perusahaan di ketiga industri tersebut telah berjanji untuk segera menyiapkan rencana transisinya sebelum 2030. “Mereka adalah target dari rencana pengurangan. Idealnya mereka memiliki peta jalan dan itu janjinya,” kata Ghaffar.

Ghaffar menegaskan, perusahaan-perusahaan tersebut mempelopori proyek pengelolaan sampah plastik, namun jika ditinjau ulang, proyek pengelolaan sampah yang ada saat ini belum berjalan maksimal.

“Seharusnya kita berbuat lebih banyak tanpa menunggu kebijakan. Juga, kita harus memikirkan bumi dan tiga prinsip pembangunan berkelanjutan, lingkungan dan bumi, kemudian nasib orang dan komunitas, dan kemudian kepentingannya,” kata Gafar. .

Peran penting perusahaan dalam pengelolaan sampah plastik kemasan

Kontribusi perusahaan penting bagi kerja sama multilateral dalam pengelolaan sampah plastik, termasuk sampah plastik kemasan. Masyarakat juga sangat mementingkan peran perusahaan dalam mengurangi jumlah sampah plastik.

Menurut survei Greenpeace Indonesia pada laporan terbaru tentang pandangan publik tentang krisis polusi plastik di Indonesia dan perlunya tanggung jawab perusahaan pada tahun 2021, 55% responden diketahui mengatakan bahwa bisnis memainkan peran strategis dalam mengurangi emisi sampah plastik. . sampah plastik.

Artinya produsen atau pelaku usaha dapat melakukan tindakan, seperti membatasi penggunaan kemasan plastik sekali pakai untuk produk air minum dalam kemasan, dan memindahkan kemasan produk melalui model pengiriman alternatif.

Dalam data survei yang sama, 22% responden mengatakan pemerintah harus berperan lebih besar dengan memberlakukan peraturan yang melarang pelaku usaha menggunakan kemasan plastik sekali pakai.

“Masyarakat berpandangan bahwa peraturan pemerintah dapat mendorong perusahaan untuk beralih ke model pengiriman alternatif untuk produk kemasan,” kata Muharram Atha Rasidi, aktivis kota Greenpeace Indonesia, dikutip dari situs Greenpeace Indonesia.

Penerapan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 75 Tahun 2019 tentang Roadmap Pengurangan Sampah Pabrikan akan mengurangi permasalahan sampah plastik di Indonesia bagi produsen atau perusahaan, khususnya produsen plastik.

Oleh karena itu, agar dapat berperan dalam pengelolaan sampah plastik di Indonesia secara efektif, perlu penguatan regulasi dengan dukungan perusahaan dan produsen plastik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *